PERALIHAN HAK ATAS TANAH


BAGAIMANA MELAKSANAKAN PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH & PENDAFTARAN DI KANTOR PERTANAHAN
 Syarat Pengurusan Peralihan Hak karena jual Beli (atas hak Sertifikat ) :
  • Sertifikat
  • Salinan Akta sebelumnya.
  • SPPT PBB & STTS PBB ( 5 tahun terakhir)
  • KTP suami istri (penjual)
  • Surat Nikah (penjual)
  • Kartu keluarga (penjual)
  • NPWP penjual
  • KTP pembeli
  • Bukti bayar BPHTB
  • Bukti bayar PPH
  • Kwitansi jual beli
 Syarat Pengurusan Peralihan Hak karena jual beli ( Tanah bekas milik Adat ) :
  • Salinan letter C / petok desa / kikitir yang diketahui oleh kepala desa
  • Warkah dari Desa (Riwayat Tanah, surat pernyataan penguasaan fisik, surat pernyaan tidak sengketa, belum pernah memiliki sertipikat sebelumnya)
  • SPPT PBB & STTS PBB ( 5 tahun terakhir)
  • KTP suami istri (penjual)
  • Surat Nikah (penjual)
  • Kartu keluarga (penjual)
  • NPWP penjual
  • KTP pembeli
  • Bukti bayar BPHTB
  • Bukti bayar PPH
  • Kwitansi jual beli
 Syarat - syarat Pengurusan Peralihan Hak karena Hibah (orangtua ke anak)
  • Sertifikat
  • Salinan Akta sebelumnya
  • SPPT PBB & STTS PBB ( 5 tahun terakhir)
  • KTP Suami/istri (pemberi hibah)
  • Surat Hibah (pemberi hibah)
  • Kartu Keluarga (pemberi hibah)
  • Akta kelahiran (penerima hibah)
  • KTP (penerima hibah)
  • Surat pernyataan pasal 99 (penerima hibah)
  • Bukti bayar BPHTB 50 % ( NJOP - Tidak kena pajak) x 5 %
 Syarat Pengurusan Peralihan Hak karena Bagi Waris :
  • Sertifikat
  • Salinan Akta sebelumnya
  • SPPT & STTS PBB ( 5 tahun terakhir)
  • Surat keterangan silsilah waris
  • KTP ahli waris (pemberi hak waris)
  • KTP ahli waris (penerima hak waris)
  • Bukti setor BPHTB

Mengurus Sertifikat Hilang

Anda pasti panik bak kebakaran jenggot -kalau Anda lak-laki- jika sertifikat hak atas tanah milik Anda hilang. Bisa dimaklumi karena sebagai surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku, sertifikat tanah memiliki kedudukan yang penting atas kepemilikan suatu hak atas tanah. Surat ini dikeluarkan pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat suatu hak atas tanah.

Sertifikat itu berisi data fisik dan data yuridis atas suatu bidang tanah. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah. Data yuridis adalah keterangan status hukum bidang tanah dan pemegang hak atas tanah tersebut.
Sebenarnya kepanikan Anda itu tidak perlu. Asalkan Anda memahami tata cara pengurusan sertifikat yang hilang itu. Hilangnya sertifikat bukan berarti hak atas tanah yang Anda miliki serta- merta ikut hilang. Masih ada jalan keluar yang bisa menunjukkan kepemilikan Anda atas sebidang tanah itu.
Bagaimana caranya? Jalan keluarnya adalah berupa penerbitan sertifikat pengganti. Dasar hukum penerbitan sertifikat pengganti, termasuk yang disebabkan karena hilang, adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang diatur dalam Pasal 57 sampai Pasal 60. Di samping itu ada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang diatur dalam Pasal 137 sampai 139.
Jika sertifikat Anda hilang, apa yang perlu dilakukan?
  1. Melapor kepada kepolisian setempat, yaitu tempat Anda menduga sertifikat itu hilang. Kantor kepolisian akan mengeluarkan Surat Keterangan Kehilangan.
  2. Anda dapat menghubungi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Kantor Pertanahan di mana Anda menetap untuk mengetahui langkah dan tindakan yang harus dilakukan. Secara umum, syarat-syarat yang harus dilengkapi adalah:
  • Surat Permohonan yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
  • Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  • Fotokopi sertifikat yang hilang –jika Anda memilikinya.
  • Surat kuasa jika pengurusannya dikuasakan pada orang lain. Dalam hal pemegang hak atau penerima telah meninggal dunia, permohonan untuk mengajukan sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Permohonan penggantian sertifikat hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan (pemohon) di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani masalah kehilangan sertifikat. Bagi pemegang hak yang berdomisili di luar kabupaten atau kota letak tanah, maka pembuatan pernyataan tersebut dapat dilakukan di Kantor Pertanahan wilayah tempat tinggal pemohon atau di hadapan pejabat Kedutaan Republik Indonesia di negara domisili –jika pemohon menetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
Sebelum sertifikat pengganti diterbitkan harus didahului dengan pengumuman dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon (satu kali). Namun mengingat besarnya biaya, Kepala Kantor Pertanahan dapat menentukan tempat pengumuman tersebut, yaitu ditempatkan di papan pengumuman Kantor Pertanahan dan di jalan masuk tanah yang sertifikatnya hilang. Papan pengumuman harus cukup jelas untuk dibaca orang yang berada di luar bidang tanah tersebut.
Jika dalam waktu 30 hari –terhitung sejak tanggal pengumuman– tidak ada yang mengajukan keberatan, Kepala Kantor Pertanahan akan menerbitkan sertifikat pengganti. Demikian juga jika ada yang mengajukan keberatan, tetapi keberatan tersebut, menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan, tidak beralasan. Namun jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan, Kepala Kantor Pertanahan dapat menolak untuk menerbitkan sertifikat pengganti. Keberatan dianggap beralasan, misalnya jika ada pihak yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut tidak hilang melainkan dipegang olehnya berdasarkan persetujuan pemegang hak dalam rangka perbuatan hukum tertentu.
Sebagai tindak lanjut pengumuman tadi, maka dibuat Berita Acara Pengumuman dan Penerbitan/Penolakan Penerbitan sertifikat pengganti oleh Kepala Kantor Pertanahan. Penerbitan sertifikat pengganti karena hilang tidak dilakukan pengukuran ataupun pemeriksaan tanah. Nomor haknya pun tidak berubah. Lantas sertifikat pengganti yang telah selesai akan diserahkan kepada pihak yang memohon atau pihak lain yang diberi kuasa.
Biaya untuk penerbitan sertifikat pengganti, termasuk biaya pengumuman di surat kabar, dapat ditanyakan kepada PPAT atau Kantor Pertanahan setempat. Adapun jangka waktu selesainya penerbitan sertifikat pengganti berkisar satu setengah bulan sampai dua bulan dari tanggal pengumuman.ibah (umum) :

PROSEDUR, DATA YANG DIPERLUKAN dan SYARAT-SYARATNYA
Dalam melaksanakan pekerjaan saya sehari-hari, beberapa kali saya ditanya oleh klien-klien yang awam, yang menyatakan bahwa mereka akan melakukan balik nama sertifikat berdasarkan kwitansi lunas dari Penjual atas pembelian tanah dan/atau bangunan. Beberapa orang menganggap hanya dengan menggunakan kwitansi lunas tersebut mereka sudah dapat melakukan balik nama sertifikat tanah yang mereka beli.
Pada kenyataannya tidak semudah itu. Yang menjadi persoalan adalah jika si penjual sudah tidak bisa ditemui lagi atau sudah meninggal dunia, maka pembeli tersebut akan mengalami kesulitan dalam melakukan peralihan hak atas tanah dan bangunan dimaksud.
Pada prakteknya, untuk dapat melakukan balik nama (dalam hal ini peralihan hak) atas tanah dan/atau bangunan, harus dilakukan dengan cara tertentu, yaitu jual beli, hibah, tukar menukar, atau inbreng (pemasukan ke dalam suatu perusahaan). Pada kesempatan ini akan saya bahas mengenai peralihan hak dengan cara jual beli.
Jual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu, dan biasanya diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip: Terang dan Tunai. Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai artinya di bayarkan secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli dimaksud. Dewasa ini, yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terdiri dari:
1.PPAT sementara –> adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah –daerah terpencil
2.PPAT –> Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah kerja tertentu
Data-data apa saja yang harus dilengkapi untuk proses Jual Beli & balik nama tersebut?
Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, biasanya PPAT yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:
I. Data tanah, meliputi:
a.asli PBB 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran
(bukti bayarnya)
b.Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama)
c.asli IMB (bila ada, dan untuk diserahkan pada Pembeli setelah
selesai proses AJB)
d.bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada)
e. Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Surat
Roya dari Bank yang bersangkutan
Catatan: point a & b mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optional
II. Data Penjual & Pembeli (masing-masing) dengan kriteria
sebagai berikut:
a.Perorangan:
a.1. Copy KTP suami isteri
a.2. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
a.3. Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk
WNI keturunan)
b.Perusahaan:
b.1. Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili
b.2. Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari
Menteri kehakiman dan HAM RI
b.3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat
Pernyataan Sebagian kecil asset
c.Dalam hal Suami/isteri atau kedua-duanya yang namanya
tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yang
melakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya. Jadi, data-
data yang diperlukan adalah:
c.1. Surat Keterangan Waris
-Untuk pribumi: Surat Keterangan waris yang disaksikan dan
dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan oleh Camat
-Untuk WNI keturunan: Surat keterangan Waris dari Notaris
c.2. Copy KTP seluruh ahli waris
c.3. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
c.4. Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda-tangan AJB, atau
Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada
salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris
(dalam hal tidak bisa hadir)
c.5. bukti pembayaran BPHTB Waris (Pajak Ahli Waris), dimana
besarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi
dengan Nilai tidak kena pajaknya.
Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah yang
bersangkutan.
Contoh Perhitungannya:
-NJOP Tanah sebesar Rp. 300juta, berlokasi di wilayah bekasi:
Nilai tidak kena pajaknya wilayah bekasi adalah sebesar Rp. 250jt.Jadi pajak yang harus di bayar =
{(Rp. 300jt – Rp. 250jt) X 5%} X 50%.
Jadi, apabila NJOP tanah tersebut di bawah Rp. 250jt, maka penerima waris tidak dikenakan BPHTB Waris (Pajak Waris)




Sebelum dilaksanakan jual beli, harus dilakukan:
1. Pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah pada kantor
pertanahan yang berwenang
2. Para pihak harus melunasi pajak jual beli atas tanah dan
bangunan tersebut.
Dimana penghitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
-Pajak Penjual (Pph) = NJOP/harga jual X 5 %
-Pajak Pembeli (BPHTB) =
{NJOP/harga jual - nilai tidak kena pajak} X 5%

BALIK NAMA TANAH WARIS


Syarat Balik Nama Tanah Warisan.

Balik Nama tanah warisan dikelompokan :
1. Sertifikat masih terdaftar atas nama Pewaris dan akan dibalik nama ke seluruh ahli waris
2. Sertifikat masih terdaftar atas nama pasangan pewaris (suami/isteri pewaris)

1. Sertifikat masih terdaftar atas nama pewaris.
1. Surat Keterangan Kematian
2. Surat Keterangan Waris
3. Surat Nikah
4. Kartu Keluarga
5. Akte Kelahiran Ahli Waris
6. Pembayaran BPHTB Waris
7. Pembuatan Akte Pembagian Harta Bersama di Kantor PPAT
8. Balik Nama Menjadi Nama Seluruh Ahli Waris


2. Sertifikat masih terdaftar atas nama pasangan pewaris (suami/isteri pewaris) 1. Surat Keterangan Kematian 2. Surat Keterangan Waris 3. Surat Nikah 4. Kartu Keluarga 5. Akte Kelahiran Ahli Waris 6. Pembayaran BPHTB Waris 7. Surat Pernyataan Pasangan Pewaris & Ahli Waris 8. Pembuatan Akte Pembagian Harta Bersama di Kantor PPAT 9. Balik Nama Menjadi Nama Seluruh Ahli Waris
Siapa yang Mendapat Hak Waris
Hukum waris di Republik Indonesia masih terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yaitu:
1. Sistem hukum waris berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
2. Sistem hukum waris secara berdasar Hukum Islam
yang terbagi dalam beberapa mashab, yaitu:
a. Perhitungan waris berdasarkan Mashab Syafei
b. Perhitungan waris berdasarkan Mashab Hambali
c. Perhitungan waris berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
3. Sistem hukum berdasar Hukum Adat

Pembahasan kita kali ini adalah sistem pewarisan menurut hukum perdata Barat, yang terutama berlaku untuk warga negara Indonesia yang beragama selain Islam, atau yang bagi yang beragama Islam namun “menundukkan ” diri ke dalam hukum pewarisan perdata Barat.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum perdata barat (untuk selanjutnya akan lebih mudah jika kita sebut “BW” atau Burgerlijk Wetboek”, prinsip dari pewarisan adalah:
1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. (pasal 830 BW)
2.Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. (pasal 832 BW)
Sebagai konsekwensi dan kedua hal tersebut maka, dapat diartikan bahwa dalam hal pemilik harta masih hidup, dia tidak dapat mewariskan apapun kepada ahli warisnya. Sehingga, dalam hal terjadi suatu pemberian atas suatu barang kepada keturunannya yang ditujukan agar keturunannya dapat memiliki hak atas barang tersebut setelah meninggal dunia (dalam bentuk hibah misalnya) maka hal tersebut dianggap sebagai “Hibah Wasiat”. Dimana barang tersebut baru beralih pada saat pemberi hibah telah meninggal dunia.. Dalam hal pemberian barang tersebut diberikan pada saat si pemberi barang masih hidup, tanpa diberikan suatu imbalan berupa uang, maka hal tersebut disebut sebagai “Hibah” saja. Mengenai hibah ini akan saya bahas lebih detil pada section tersendiri.
Kembali lagi kepada prinsip pewarisan, yaitu mengenai “hubungan darah”/ Berdasarkan Prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung. maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris adalah:
1. Golongan I, yang terdiri dari: suami/isteri yang hidup terlama dan anak2 serta cucu (keturunan) pewaris (dalam hal anak pewaris meninggal dunia). (pasal 852 BW)
2. Golongan II adalah: orang tua dan saudara kandung dari pewaris termasuk keturunan dari saudara kandung pewaris. (pasal 854 BW) Golongan II ini baru bisa mewarisi harta pewaris dalam hal golongan I tidak ada sama sekali. Jadi, apabila masih ada ahli waris golongan I, maka golongan I tersebut “menutup” golongan yang diatasnya
3. Golongan III :
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris (pasal . Contohnya: kakek dan nenek pewaris, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Mereka mewaris dalam hal ahli waris golongan I dan golongan II tidak ada
4. Golongan IV
-Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu
-keturunan paman dan bibi sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris
- saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat ke enam di hitung
dari pewaris.
Bagaimana dengan anak angkat?
Karena prinsip dari pewarisan adalah adanya hubungan darah, maka secara hukum anak angkat atau anak tiri (yang bukan keturunan langsung dari pearis ) tidak berhak mendapatkan warisan secara langsung dari pewaris. Namun dimungkinkan bagi anak angkat tersebut untuk menerima warisan dengan cara pemberian Hibah atau “Hibah wasiat” (pasal 874 BW).
Proses Balik Nama Karena Pewarisan

Pada artikel sebelumnya sudah disinggung mengenai istilah Balik Nama dalam hubungannya dengan transaksi Jual Beli tanah. Dalah hal jual beli tersebut hanya menyangkut Jual Beli dari pihak penjual kepada pihak pembeli dengan kondisi si penjual masih hidup, maka proses yang terjadi cukup dalam satu tahapan saja, yaitu proses balik nama dari penjual dan ke pembeli.

Bagaimana halnya apabila nama pemilik yang tertera di dalam sertifikat tersebut sudah meninggal dunia ?

Untuk hal ini memerlukan suatu tahapan lagi sebelum dilakukannya balik nama. Dengan meninggalnya si pemilik sedangkan tanah tersebut hendak di jual oleh para ahli warisnya, maka harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Waris. Surat Keterangan Waris ini bisa kita urus di Kelurahan/Kecamatan setempat dengan melampirkan surat kematian dari almarhum.

Selanjutnya dilakukan proses Balik Nama Waris oleh Kantor Pertanahan setempat, yaitu balik nama yang dilakukan dari nama almarhum kepada nama para ahli waris yang ada yaitu isteri beserta anak-anaknya. Sehingga nantinya akan tercantum nama para ahli waris tersebut di dalam sertifikat. Setelah adanya Balik Nama ke para ahli waris tersebut barulah di proses balik namanya kepada Pembeli. Pada akhirnya nama Pembeli akan dicantumkan pada sertifikat dengan mencoret nama para ahli waris yang ada sebelumnya.

Ada kewajiban tambahan bagi Pihak Penjual (selain pembayaran Pajak Penghasilan) dalam hal ini yaitu pembayaran Pajak Waris. Hal ini diatur dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT .

Pasal 2 dari Peraturan Pemerintah ini menyatakan :
‘Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang.’

Jadi sebelum semuanya diproses lebih lanjut maka Penjual juga diwajibkan untuk membayar Pajak berdasarkan perolehan hak yang diperolehnya karena kewarisan.

AJB

AJB, hak siapa?

Dear Pak Cahya,
Konsultasi pak, sy beli tanah seluas 450m persegi, saat ini sedang pengurusan AJB ke sertifikat, sdh sekitar 6 bln tp blm selesai. Y
ang saya tanyakan-bila sertifikat sudah selesai apakah AJB  ASLI yg sy pegang saat ini tetap hak saya apa ditukar dg sertifikat asli?
Terima kasih atas perhatian baiknya
Salam, Triyono


triyono, depok

Jawaban :

Wass. Pak Tri.
Pertanyaan menarik... dan jarang diajukan Pak. "Sederhana" tapi kritis.
AJB yang Bapak terima dari PPAT, dikenal sebagai SALINAN AJB, yang hanya ditanda-tangani oleh PPAT yang membuat aktanya, sedangkan yang ditandatangani Penjual dan Pembeli ada 2 rangkap diatas bermaterai, dikenal sebagai MINUTA AJB, 1 bh disimpan di kantor PPAT dan 1 bh lagi disampaikan ke Kantor Pertanahan setempat sebagai bukti telah terjadinya peralihan hak kepemilikan, yang kemudian diperlukan untuk proses yang berkaitan dengan sertipikat, baik balik nama sertipikat atau pemecahan sertipikat dll.
Jika proses sertipikat telah selesai, SALINAN AJB tetap menjadi hak Pembeli, tidak ditukar perlu dengan sertipikat (yang telah dibalik nama). Selanjutnya yang dipakai untuk peralihan hak, mialnya jika Bapak akan jual lagi, hanya diperlukan sertipikat saja, tidak perlu melampirkan SALINAN AJB td, karena setelah sertipikat tercatat atas nama Bapak, SALINAN AJB "relatif" tidak banyak digunakan.
Lain halnya, jika bidang tanah tersebut belum bersertipikat atau belum/tidak dilanjutkan dengan balik nama sertipikat, dengan alasan apapun, SALINAN AJB menjadi pegangan pembeli bahwa benar  telah terjadi peralihan kepemilikan hak atas bidang tanah (dan bangunan).
Saya, dan rekan Notaris/PPAT lain selalu menyarakan untuk dilanjutkan ke proses balik nama sertipikat, mengingat kekuatan pembuktian kepemilikan, nilai jual tanah dan lebih laku dan bernilai jika tanah tsb "disekolahkan". Toh biaya yang diperlukan, tidak semahal saat membuat AJB (diperlukan biaya untuk AJB dan pajak/bea terutang).
Disamping itu, memang dalam beberapa transaksi, suatu bidang tanah harus disertipikatkan lebih dahulu sebelum dibuat AJB. Hal ini dikarenakan bidang tanah tersebut belum bersertipikat (dikenal dengan istilah Tanah Adat), tetapi kepemilikannya akan dialihkan. Notaris akan membuat Akta Pengikatan Jual Beli/ Akta PJB, dilanjutkan ke proses pensertipikatan, jika sertipikat sudah terbit, baru diproses pembuatan AJB oleh PPAT dan Balik nama sertipikat ke atas nama pembeli ke Kantor Pertanahan.

Biaya AJB

Selamat siang Pak.
Saya membeli sebidang tanah seharga Rp. 85.000.000,-. Berapakah biaya yang harus saya keluarkan untuk pembuatan AJB. Mohon penjelasan biayanya secara rinci.
Terimakasih


anton, sukabumi

Jawaban :

Selamat Siang Pak Anton.
Maap saya tidak bisa menjawab pertanyaan Bapak secara langsung, karena terlalu minim informasi yang Bapak sampaikan. Biaya tidak hanya dilihat dari nilai transaksi ya PAk.
Untuk menghitung  biaya-biaya, diperlukan informasi lengkap dan benar mengenai:
1. Status surat/bukti kepemilikan (sudah bersertipikat atau belum)
2. Status penjual, belu, menikah, sudah menikah atau warisan.
3. Harga NJOP PBB tahun terakhir. (berhubungan dengan pajak yang hrs dibayar para pihak)
4. Harga transaksi sebenarnya (menyangkut fee Notaris/PPAT)
5. Luas bidang tanah yang dijual-belikan.
6. Transaksi tsb dilakukan seluruh bidang sebagaimana luas dalam  surat/bukti kepemilikan atau hanya sebagian saja.
7. Kesesuaian antara lokasi tanah di surat/bukti kepemilikan dengan PBB thn terakhir.
Kesemuanya saling terkait, yang akan mempengaruhi panjangnya proses dan waktu penyelesaian. Saya selalu sarankan, bahwa peralihan kepemilikan, tidak hanya sampai pembuatan AJB/HIBAH tetapi langsung dilakukan ke proses pensertipikatan atau balik nama sertipikat kepada pemilik/penerima hak yang baru.
Membeli rumah tanpa surat surat

Saya ingin membeli rumah di Bogor, saat saya tanya surat-suratnya ternyata belum ada termasuk sertifikat tanah rumah, IMB & PBB nya.
Trus apa yg saya lakukan agar bisa membeli rumah tsb. Apakah yg menjadi bukti klo rmh tersebut menjadi rumah saya nanti'y sedangkan surat-suratnya belum ada?
Mohon bantuan'y
Terimakasih


Wahyu, Bogor

Jawaban :

Selamat siang P Wahyu.
Pada dasarnya setiap bidang tanah ada surat-suratnya. Hanya ada beberapa bidang yang tidak ada surat karena alasan-alasan tertentu, khususnya perbuatan hukum yang dulun dilakukan oleh pemilik lamanya, berigu juga masih banyak bidang tanah yang belkum termasuk objek PBB.
Untuk penyamaan persepsi, bukti kepemilikan tanah tidak selamanya dalam bentuk SERTIPIKAT, ya Pak, masih banyak jenis bukti kepemilikan yang diakui dan dikenal oleh Hukum Pertanahan.
Langkah pertama, Bapak bersama dengan calon penjual, tanyakan lebih dahulu ke Kantor Kelurahan/Desa atau ke Kantor Kecamatan setempat, yang umumnya menyimpan arsip tanah dalam bentuk Letter C dan Letter B. Siapkan denah lokasi bidang tanah, akan lebih mudah apabila disertai copy sertipikat atau copy  bukti kepemilikan bidang tanah yang bersebelahan dan berbatasan dengan bidang tanah yang Bapak tanyakan.
Untuk pengurusan hak kepemilikan, harus diurus oleh pemilik sebelum dialihkan kepada Bapak. Rekan Notaris/PPAT umumnya bersedia membantu pengurusan bidang tanah seperti ini, apabila sudah jelas status bukti hak atas tanah dan hak kepemilikannya, baru bisa dilakukan peralihan dengan, antara lain jual beli.
Silahkan Bapak dan calon penjual tanyakan dan minta informasi sejelas-jelasnya kepada Rekan Notaris/PPAT dimana bidang tanah tersebut berada. Tahapan memproses bukti kepemilkan dan tahapan proses peralihan haknya kepada Bapak. juga mengenai waktu, biaya-biaya yang timbul dan point-point kesepakatan yang harus Bapak rundingkan dengan calon penjual.
Mohon dipertimbangkan rencana membeli tanah dengan status surat/bukti kepemilikan  seperti ini, karena akan memakan biaya dan proses yang cukup lama.
PERSYARATAN PENGIKATAN JUAL BELI/AKTA JUAL BELI/
OVER KREDIT TANAH DAN BANGUNAN
  1. Tanda bukti kepemilikan tanah/bangunan, berupa : 
    Sertipikat atau Zegel/Letter C, atau Surat Penegasan Persetujuan Perjanjian Kredit (SP3K) dari Bank, atau Akta Jual Beli/Akta Hibah/Akta Pemisahan dan Pembagian atau akta PPAT lainya.

  2. Identitas Penjual, jika:
    1. Penjual masih sendiri, belum menikah, berupa : KTP/SIM & Kartu Keluarga (KK) dan NPWP
    2. Penjual sudah menikah, berupa : KTP/SIM Suami Isteri, Surat Nikah, Kartu Keluarga (KK) dan  NPWP
    3. Penjual sebagai ahli waris, berupa :  KTP/SIM seluruh ahli waris dan Surat Keterangan ahli Waris, Surat Kematian dan NPWP salah seorang akhli waris

  3. Identitas Pembeli, jika:
    1. Pembeli sendirian, berupa: KTP/SIM, Kartu Keluarga (KK) dan NPWP
    2. Pembeli suami isteri, berupa : KTP/SIM keduanya, Surat Nikah dan Kartu Keluarga (KK) dan NPWP suami atau istri

  4. PBB, 10 tahun terakhir
  5. Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), jika ada
  6. Bukti pembayaran listrik, telephone dan PAM, jika ada

PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN DAN BPHTB
PADA TRANSKSI ATAS TANAH DAN BANGUNAN

  1. Penjual, dikenakan PPh sebesar 5 % dari harga transaksi.

  2. Pembeli, dikenakan BPHTB sebesar 5 % dari selisih harga transaksi jika diatas Rp. 60.000.000,-, Jika dibawah Rp. 60.000.000,- tidak dikenakan BPHTB.
    Dasar Hukum PPh : PP No. 71 Tahun 2008 tentang pengenaan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
    Dasar Hukum BPHTB : UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
    Dasar Hukum SKB : Peraturan Dir-Jend. Pajak No. PER-1/PJ/2011 tentang Tatacara Pengajuan Permohonan Pembebasan Dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain.

      1. Identitas Pembeli, jika:
        1. Pembeli sendirian, berupa    : KTP/SIM, Kartu Keluarga (KK), NPWP
        2. Pembeli suami isteri, berupa : KTP/SIM keduanya, Surat Nikah dan Kartu Keluarga (KK), NPWP suami atau istri
      PERSYARATAN HIBAH
      TANAH DAN BANGUNAN
      1. Tanda bukti kepemilikan tanah/bangunan, berupa :
        Sertipikat atau Zegel/Letter C, atau Surat Penegasan Persetujuan Perjanjian Kredit (SP3K) dari Bank, atau Akta Jual Beli/Akta Hibah/Akta Pemisahan dan Pembagian atau akta PPAT lainya.
      2. Identitas Pemberi Hibah, jika:
        1. Pemberi Hibah masih sendiri, belum menikah, berupa : KTP dan NPWP
        2. Pemberi Hibah sudah menikah, berupa KTP Suami Isteri, Surat Nikah dan Kartu Keluarga (KK)

      3. Identitas Penerima hibah, jika:
        1. Penerima Hibah adalah anak kandung atau orang tua kandung
          berupa : KTP dan akta kelahiran anak, NPWP
        2. Penerima Hibah adalah anak kandung dan menantu, NPWP
          berupa : KTP keduanya, akta kelahiran anak kandung, Surat Nikah dan KK
        3. Saudara kandung/cucu/orang lain, berupa      : KTP an NPWP
      4. PBB (SPPT dan STTS), 3 tahun terakhir
      5. Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). (Jika ada)
      6. Bukti pembayaran listrik, telephone dan PAM. (Jika ada)


      Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat maka beberapa langkah yang harus ditempuh adalah :
      1. Akta Jual Beli (AJB)
      Si penjual dan si pembeli harus datang ke Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta jual beli tanah. PPAT adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan membuat akta jual beli dimaksud. Sedangkan untuk daerah-daerah yang belum cukup jumlah PPAT-nya, Camat karena jabatannya dapat melaksanakan tugas PPAT membuat akta jual beli tanah.
      2. Persyaratan AJB 
      yang diperlukan untuk membuat Akta Jual Beli Tanah di Kantor Pembuat Akta Tanah adalah :
      a. Penjual membawa :
      · Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual.
      · Kartu Tanda Penduduk.
      · Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
      · Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga.
      · Kartu Keluarga.
      b. Sedangkan calon pembeli membawa :
      · Kartu Tanda Penduduk.
      · Kartu Keluarga.
      3. Proses pembuatan akta jual beli di Kantot PPAT.
      a. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli.
      1) Sebelum membuat akta Jual Beli Pejabat pembuat Akta Tanah melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor Pertanahan.
      2) Pejual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) apabila harga jual tanah di atas enam puluh juta rupiah di Bank atau Kantor Pos.
      3) Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.
      4) Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.
      5) PPAT menolak pembuatan Akta jual Beli apabila tanah yang akan dijual sedang dalam sengketa.
      b. Pembuatan Akta Jual Beli
      1) Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.
      2) Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.
      3) Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta.
      4) Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan Pejabat Pembuat Akte Tanah.
      5) Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran (balik nama).
      6) Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.
      4. Bagaimana langkah selanjutnya setelah selesai pembuatan Akta Jual Beli ?
      a. Setelah selesai pembuatan Akta Jual Beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas Akta Jual Beli ke Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat.
      b. Penyerahan harus dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.
      5. Berkas yang diserahkan itu apa saja ?
      a. Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli.
      b. Akta jual beli PPAT.
      c. Sertifikat hak atas tanah.
      d. Kartu Tanda Penduduk (KTP) pembeli dan penjual.
      e. Bukti pelunasan pembayaraan Pajak Penghasilan (PPh).
      f. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
      6. Bagaimana prosesnya di Kantor Pertanahan ?
      a. Setelah berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, Kantor Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT, selanjutnya oleh PPAT tanda bukti penerimaan ini diserahkan kepada Pembeli.
      b. Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
      c. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan bibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.
      d. Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli sudah dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli di kantor pertanahan.

      JUAL BELI TANAH GIRIK


      PRAKTIK JUAL BELI TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DAN PENDAFTARANNYA MENURUT PP NOMOR. 24 TAHUN 1997


      A. Latar Belakang

      Pembangunan industri di Indonesia yang dilakukan pada masa orde baru, belum maksimal bahkan terjadi kemunduran sebagai dampak krisis moneter. Sedangkan pada masa orde lama Presiden Sukarno mengutamakan pembangunan dibidang pertanian, mengingat Indonesia sebagai negara agraris. Alangkah baiknya jika Negara kita disamping membangun sektor industri juga mengembangkan sektor agraris dimana iklim dan kondisinya sesuai dan menunjang. Dalam Negara agraris tanah merupakan harta berharga bagi pertanian, perkebunan, perumahan, serta tempat usaha yang dikelola individu maupun oleh badan hukum. Pembangunan yang dikelola oleh pemerintahpun membutuhkan tanah sebagai instrumen pembangunan.

      Mengingat Indonesia adalah Negara hukum segala kegiatan pembangunan harus berdasarkan hukum. Hukum diperlukan agar pembangunan dapat berjalan dengan tertib dan terhindar dari perbenturan kepentingan, khususnya perbenturan kepentingan soal tanah sehingga hukum akan melindungi hak seseorang yang memiliki tanah tersebut.

      Dewasa ini kasus-kasus tanah makin meningkat, mengingat kebutuhan pemerintah dan masyarakat dalam bidang tanah yang semakin bertambah banyak. Tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, bahkan dapat dikatakan setiap saat manusia berhubungan dengan tanah. Setiap orang memerlukan tanah tidak hanya pada masa hidupnya, tetapi sudah meninggalpun masih tetap berhubungan dengan tanah. Oleh sebab itu tanah adalah merupakan kebutuhan vital manusia.

      Persoalan tanah yang dihadapi karena meningkatnya jumlah penduduk tidak seimbang dengan luas tanah, sehingga tanah menjadi obyek yang diperebutkan dan sering muncul persengketaan. Semua itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup terus meningkat. Padahal tanah merupakan benda mati, tetap pada keadaan semula atau tidak bisa berkembang. Mengingat kebutuhan masyarakat dan pemerintah dalam bidang tanah terus meningkat, menyebabkan kedudukan tanah menjadi sangat penting terutama mengenai kepemilikan, penguasaan, dan penggarapan tanah. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan sistem pertanahan yang

      dapat meningkatkan kemakmuran rakyat.

      Pasal 6 UUPA tahun 1960 berbunyi “ Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial “. Dalam penjelasan umum fungsi sosial hak atas tanah berarti hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dibenarkan bahwa tanah itu akan dipergunakan semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi, apalagi jika hal itu menimbulkan kerugian pada masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifatnya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dan negara.

      Meskipun demikian, tidak berarti bahwa kepentingan perorangan terdesak oleh kepentingan umum. UUPA juga memperhatikan pula kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat. Kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat harus seimbang hingga akhirnya tercapai tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Persoalan pertanahan apabila tidak dapat diselesaikan dengan segera akan menjadi sumber masalah yang besar. Oleh karena itu permasalahan tanah hendaklah diselesaikan dengan seksama, cepat dan bijaksana sehingga dapat terwujud sumber daya dan faktor produksi untuk pemerataan pembangunan secara menyeluruh sesuai yang dicita-citakan oleh Bangsa dan negara kita.

      Salah satu upaya mengatasi adanya permasalahan di bidang pertanahan adalah dengan jalan memberikan kepastian hukum terhadap bidang-bidang hukum tanah, baik yang dimiliki atau dikuasai oleh perorangan maupun badan hukum. Sehingga orang atau badan hukum yang memiliki tanah tidak bisa diganggu gugat oleh orang atau badan hukum kecuali Undang-Undang menentukan lain.

      Perangkat peraturan pertanahan telah diterbitkan, sebagai suatu bukti Pemerintah telah memberi kepastian hukum tentang kepemilikan tanah. Hal ini sesuai dengan tujuan diundangkannya UUPA, meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu tanah harus didaftarkan di Kantor Pertanahan yang ada di Kabupaten / Kotamadia agar Pemerintah memberikan kepastian hukum. Menurut Boedi Harsono tujuan pendaftaran tanah, ialah :

      1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan dan untuk pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai tanda bukti.

      2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang yang sudah didaftar.

      3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

      Pelaksanaan PP nomor. 24 tahun 1997 belum berpengaruh terhadap semua lapisan masyarakat terutama masyarakat desa, yang belum mengerti arti pentingnya menyertipikatkan dan mendaftarkan tanah mereka. Hal itu terbukti sampai sekarang masyarakat tersebut masih banyak yang belum menyertipikatkan tanahnya, sehingga hukum belum bisa menjamin apakah dia yang berhak akan tanahnya tersebut. Biasanya para pemilik tanah yang ada di desa tersebut hanya memiliki petuk pajak, girik dan Leter C. Padahal orang yang memiliki petuk pajak, girik dan Leter C tersebut pada umumnya adalah pemilik tanah.

      Sementara dalam kehidupan sehari-hari dimungkinkan terjadinya peralihan hak atas tanah kepada orang lain misalnya melalui transaksi jual beli. Dalam jual beli sebidang tanah yang belum disertipikatkan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak akan membuat akta tanahnya apabila tanah yang bersangkutan tidak disaksikan Kepala Desa dan Pamong Desa. Oleh karena itu dalam jual beli tanah yang belum bersertipikat, PPAT mengikutsertakan Kepala Desa dalam pembuatan akta tanah seperti yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b PP nomor. 24 tahun 1997.

      Peran Kepala Desa dalam jual beli tanah khususnya yang belum bersertipikat, bertanggung jawab bahwa penjual benar-benar berwenang menjual tanah yang dijual dan sekaligus bertindak sebagai saksi dengan seorang anggota perangkat pemerintah Desa yang bersangkutan.Kepala Desa dan Perangkat Desa/Kelurahan dianggap paling tahu tentang pemilikan tanah yang ada di wilayah desanya dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan tanah serta dipandang menguasai medan dari obyek tanah tersebut. Maka Kepala Desa atau Pamong Desa harus hadir dalam transaksi jual beli dan bertindak sebagai saksi serta menanggung kebenaran bahwa penjual tanah tersebut adalah orang yang berwenang atau mempunyai hak atas tanah tersebut dan bisa menjual tanah kepada pihak lain.

      Praktik jual beli tanah yang belum bersertipikat ini biasanya dilakukan dibawah tangan bila terjadi sengketa tentang tanah tersebut pembeli akan selalu dirugikan atau sering dikalahkan bila ada gugatan di Pengadilan karena dia tidak memiliki tanda bukti jual beli yang otentik.