Cara Mengurus Sertifikat dari Tanah Girik
Untuk diketahui girik merupakan jenis tanah milik adat yang belum didaftarkan konversi haknya ke negara melalui kantor pertanahan. Bukti girik bukan merupakan hak atas tanah tapi berupa bukti bahwa atas bidang tanah tersebut dikuasai dan dibayarkan pajaknya oleh si pemilik girik.
Seharusnya pada saat UU No. 5 Tahun 1960 atau Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diundangkan, seluruh tanah-tanah yang belum sertifikat, termasuk girik harus didaftarkan konversi haknya ke kantor pertanahan setempat menjadi salah satu jenis hak yang ada dalam UUPA, seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Usaha dan lain-lain. (jenis tanah lainnya yang belum bersertifikat adalah ketitir, petok D, rincik, ketitir, Verponding Indonesia, Eigendom Verponding, erfpacht, opstaal, vruchtgebruik.)
Tetapi karena ketidaktahuan masyarakat mengenai proses konversi hak-hak tersebut maka sampai saat ini masih banyak tanah-tanah yang belum sertifikat.
Proses sertifikasi tanah-tanah yang belum sertifikat itu berbeda-beda antara satu jenis tanah dengan yang lainnya, khusus untuk tulisan ini kita akan bahas cara mengurus sertifikat dari tanah girik.
Untuk mengurus sertifikat dari tanah girik ada dua tahapan yang harus dilalui oleh pemohon hak, yaitu tahapan pengurusan di kantor kelurahan dan di kantor pertanahan.
Pengurusan di Kelurahan Setempat
1. Mengurus Surat Keterangan tidak Sengketa
Fungsinya adalah untuk mengetahui bahwa atas bidang tanah yang dimohonkan tersebut tidak ada sengketa. Pemohon adalah pemilik yang sah. Dalam surat keterangan tidak sengketa tersebut ada tanda tangan saksi-saksi yang dapat dipercaya. Biasanya saksi ini adalah pejabat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) setempat. Karena RT dan RW umumnya diangkat dari masyarakat asli yang mengetahui sejarah penguasaan tanah tersebut. Jika di suatu daerah tidak ada RT dan RW seperti beberapa daerah di Sumatera Barat, saksi bisa dari tokoh adat setempat.
2. Mengurus Surat Keterangan Riwayat Tanah
Surat Keterangan Riwayat Tanah berfungsi untuk menerangkan secara tertulis riwayat penguasaan tanah dari sejak awal mulai ada pencatatan di kelurahan sampai dengan penguasaan saat ini. Dalam Surat Keterangan Riwayat Tanah tersebut diceritakan proses peralihan baik berupa peralihan sebagian-sebagian atas keseluruhan, karena pada awalnya tanah girik biasanya sangat luas kemudian dijual atau dialihkan secara sebagian-sebagian.
Contoh kalimat yang ada dalam Surat Keterangan Riwayat Tanah:
Pada tahun 1975 Girik C 45 Persil No. 100 luas 15.000 m2 dijual kepada Girik C 51 seluas 5.000 m2.
Pada tahun 1980 Girik C 45 Persil No. 100 luas 10.000 m2 dijual kepada Girik C 52 seluas 6.000 m2.
Dari kalimat di atas diketahui bahwa awalnya Girik C 45 seluas 15.000 m2 dan dijual dua kali masing-masing kepada Girik C 51 seluas 5.000 m2 pada tahun 1975 dan kepada C 52 seluas 6.000 m2 pada tahun 1980, sehingga Girik C 45 tersebut tersisa luas 4.000 m2. Jika tidak ada peralihan setelah tahun 1980 maka luas tanah yang bisa dimohonkan saat ini adalah seluas 4.000 m2.
3. Mengurus Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik
Dalam Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik ini dicantumkan sejak kapan waktu perolehan penguasaan tanah tersebut.
Pengurusan Di Kantor Pertanahan
1. Mengajukan permohonan sertifikat dengan melampirkan dokumen-dokumen yang diurus di kelurahan, dan dilengkapi dengan syarat formal seperti:
- Fotocopy KTP dan KK pemohon
- Fotocopy PBB tahun berjalan
- Dokumen-dokumen lain yang disyaratkan oleh undang-undang
Pengukuran ini dilakukan setelah berkas permohonan lengkap dan pemohon menerima tanda terima dokumen dari kantor pertanahan.
Pengukuran dilakukan oleh petugas dengan ditunjukkan batas-batas oleh pemohon atau kuasanya.
3. Pengesahan Surat Ukur
Hasil pengukuran di lokasi akan dicetak dan dipetakan di BPN dan Surat Ukur disahkan atau tandatangani oleh pejabat yang berwenang, pada umumnya adalah Kepala Seksi Pengukuran dan Pemetaan.
4. Penelitian oleh Petugas Panitia A
Setelah Surat Ukur ditandatangani dilanjutkan dengan proses Panitia A yang dilakukan di Sub Seksi Pemberian Hak Tanah. Anggota Panitia A terdiri dari petugas dari BPN dan Lurah setempat.
5. Pengumuman data yuridis di Kelurahan dan BPN
Data yuridis permohonan hak tanah tersebut diumumkan di Kantor Kelurahan dan BPN selama enampuluh hari, hal ini bertujuan supaya memenuhi pasal 26 PP No. 24 Tahun 1997. Dalam prakteknya bertujuan untuk menjamin bahwa permohonan hak tanah ini tidak ada keberatan dari pihak lain.
6. Terbitnya SK Hak atas Tanah
Setelah jangka waktu pengumuman terpenuhi dilanjutkan dengan penerbitan SK Hak atas tanah, dimana tanah dengan dasar girik ini akan langsung terbit berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).
7. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
BPHTB dibayarkan sesuai dengan luas tanah yang dimohonkan seperti yang tercantum dalam Surat Ukur. Besarnya BPHTB tergantung dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan luas tanah. BPHTB ini juga bisa dibayarkan pada saat Surat Ukur selesai yakni pada saat luas tanah yang dimohon sudah diketahui secara pasti.
8. Pendaftaran SK Hak untuk diterbitkan sertifikat
SK Hak kemudian dilanjutkan prosesnya dengan penerbitan sertifikat pada subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI).
9. Sertifikat selesai dan bisa diambil di loket pengambilan
Lama Waktu Pengurusan Sertifikat dari Tanah Girik
Lamanya waktu pengurusan sertifikat ini tidak dapat dipastikan, banyak faktor yang menentukan. Tapi jika diambil rerata sekitar 6 bulan dengan catatan bahwa tidak ada kekurangan persyaratannya.
Besarnya Biaya Pengurusan Sertifikat dari tanah Girik
Biaya sangat relatif terutama tergantung pada lokasi dan luasnya tanah, makin luas lokasi dan makin strategis lokasinya biaya akan semakin tinggi.
Demikian cara pengurusan sertifikat tanah dari girik, semoga ada manfaatnya
Jenis Hak Atas Tanah yang Bisa Dibangun Proyek
Tercatat dalam sejarah bahwa panitia penyusunan cikal UUPA dibentuk sejak tahun 1948 di Yogyakarta. Ya, kurang lebih 12 tahun sejak mulai digulirkan rencana penyusunan UUPA sampai diundangkan pada tahun 1960. UUPA menjadikan peraturan pertanahan terunifikasi dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang sebelumnya merupakan peraturan warisan kolonial yang bersifat eksploitatif, dualistik dan feodalistik.
Seperti Undang-undang yang bersifat umum (lex generalis) UUPA juga hanya memuat peraturan pertanahan secara global. Aturan secara khusus mengenai pertanahan ini diatur dalam UU yang bersifat lex specialis (aturan yang bersifat khusus) dari UUPA dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku dalam UUPA. Undang-undang yang merupakan lex specialis dari UUPA seperti UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Pemukiman, UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dan lain-lain.
Selain lex specialis UUPA juga memerintahkan pelaksanaan berbagai pasal-pasal yang dikandungnya dengan aturan yang secara hierarki lebih rendah (lex inferior), seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Kepala Badan (Perkaban), dan lain-lain.
Dalam UUPA diatur jenis hak atas tanah yang sudah didaftarkan ke negara melalui Kantor Pertanahan daerah setempat. Sehingga tanah-tanah yang belum didaftarkan, seperti tanah milik adat (seperti girik, letter D, petuk, ketitir dan lain-lain, yang berlaku menurut daerah) tidak diatur dalam UUPA.
Dalam UUPA hanya diakui bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara. Sementara mengenai pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997 Mengenai Pendaftaran Tanah.
Adapun jenis-jenis hak atas tanah dalam UUPA tersebut meliputi:
- Hak milik,
- Hak guna-usaha,
- Hak guna-bangunan,
- Hak pakai,
- Hak sewa,
- Hak membuka tanah,
- Hak memungut-hasil hutan,
- Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut
Jenis Hak Tanah yang berhubungan dengan developer dalam artian bisa dikembangkan menjadi proyek, baik untuk proyek hunian, perkantoran dan hotel, resort seperti villa, bungalow, untuk kawasan industri ataupun pergudangan atau proyek-proyek lainnya.
Jenis tanah tersebut adalah, Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
1. Hak milik
- Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
- Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain dan menjadi jaminan atau objek hak tanggungan
- Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
- Hak milik juga bisa dipunyai oleh badan hukum tertentu seperti yayasan dan badan lainnya yang diatur oleh pemerintah dengan syarat-syarat tertentu.
- Orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan juga warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik yang kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak milik didalam jangka waktu satu tahun hilangnya kewarganegaraannya. Jika sesudah jangka waktu 1 tahun terlampaui tanpa melepaskan hak milik itu, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara.
- Perolehan hak milik juga bisa dari perubahan dari Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menurut peraturan yang berlaku.
- Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun
- Hak guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
- Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan
- Yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah
- Warga-negara Indonesia;
- Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
- Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang.
- Hak pakai dapat diberikan:
- Selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
- Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
- Yang dapat mempunyai hak pakai ialah
- Warga-negara Indonesia;
- Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
- Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
- Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku di suatu daerah. Karena mungkin saja kita menemukan kasus bahwa lahan sudah sertifikat hak milik (SHM) tetapi tidak bisa diaajukan perijinan untuk proyek pemukiman atau perumahan karena perencanaan di daerah tersebut bukan untuk pemukiman.
Bagaimana jika lahan yang akan dikerjakan menjadi proyek property belum sertifikat?
Tidak ada jalan lain, lahan tersebut harus diajukan pengurusan sertifikat terlebih dahulu dan hanya bisa dikerjakan jika sertifikasi lahannya sudah selesai. Mengenai teknis pelaksanaan bisa saja paralel antara mulai membuat perencanaan dengan pengurusan legalitas lahan…
Cara Meningkatkan Status Tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan atau HGB menjadi Sertifikat Hak Milik atau SHM
Berbeda dengan tanah dengan status girik yang permohonan konversi hak untuk pertama kali diberikan SHM, tanah-tanah yang belum sertifikat dengan status selain girik akan diberikan HGB atau HP sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA.
Tanah tersebut bisa berupa tanah pekarangan, tegalan, Eigendom Verponding, tanah sewa kotapraja, tanah kavling instansi tertentu yang diperuntukkan bagi karyawannya, tanah kavling negara Occupatie Vergunning (khusus DKI Jakarta, terutama di daerah Tebet dan Bintaro dimana tanah tersebut rdikavling oleh negara untuk penampungan masyarakat yang kena gusur pada saat pembangunan Komplek Olah Raga Senayan untuk Asian Games 1962).
Untuk tanah-tanah dengan status seperti di atas permohonan hak untuk pertama kali di Kantor Pertanahan akan diberikan Hak Guna Bangunan atau HGB. Dan HGB tersebut bisa diajukan peningkatan haknya menjadi SHM dengan persyaratan tertentu.
Tanah dengan sertifikat HGB juga diperoleh dari pembelian rumah baru kepada PT developer. Karena PT developer adalah badan hukum yang tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status Hak Milik, walaupun pada awalnya developer membeli tanah dengan status Hak Milik dari masyarakat. Dalam prosesnya tanah dengan status SHM tersebut harus di ‘turunkan’ dulu haknya menjad Hak Guna Bangunan baru dilakukan jual beli dan balik nama ke atas nama PT developer.
Selanjutnya PT developer menjual rumah dengan status Hak Guna Bangunan kepada konsumen. Ada PT developer yang langsung mengurus peningkatan hak menjadi SHM namun tak jarang PT developer mempersilahkan konsumen sendiri yang mengurus peningkatan hak tersebut.
Peningkatan HGB menjadi SHM untuk luas tanah kurang dari 600 m2
Untuk luas kurang dari 600 meter persegi peningkatan hakmenjadi SHM cukup sederhana yaitu dengan mengajukan peningkatan hak ke Kantor Pertanahan, kemudian Kantor Pertanahan melakukan perubahan haknya dengan cara langsung menulis di halaman sertifikat bahwa haknya sudah ditingkatkan menjadi Hak Milik.
Syarat-syarat yang harus dilampirkan untuk permohonan peningkatan hak menjadi Hak Milik adalah sebagai berikut:
- Asli sertifikat HGB
- Foto copy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah tinggal
- Foto copy SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) tahun berjalan
- Foto copy identitas pemohon berupa Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga (KTP dan KK)
- PM1 dari kelurahan yang menyatakan bahwa rumah digunakan untuk tempat tinggal (dalam hal rumah tidak memiliki IMB). Inilah anehnya negara kita, sangat banyak ditemukan bahkan di Jakarta rumah didirikan dengan tanpa IMB.
- Melampirkan pernyataan bahwa pemohon akan memiliki SHM tidak lebih dari 5 bidang atau keseluruhan 5000 m2 (lima ribu meter persegi). Form pernyataan ini disediakan oleh BPN, bisa diambil di Kantor Pertanahan setempat. Hal ini untuk memenuhi syarat yang diatur dalam Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal
- Surat kuasa, jika pengurusan dikuasakan kepada pihak tertentu. Kebanyakan masyarakat lebih percaya kepada kantor Notaris untuk mengurus peningkatan hak ini. Selain karena masyarakat tidak perlu repot-repot ke BPN juga dengan menyerahkan pengurusan kepada Notaris juga terjamin keamanannya.
Peningkatan HGB menjadi SHM untuk luas tanah lebih dari 600 m2
Untuk tanah yang luasnya lebih dari 600 meter persegi peningkatan hak menjadi SHM diperlakukan seperti permohonan hak baru hanya saja prosesnya bukan melibatkan Panitia A (panitia pemberian hak yang terdiri dari petugas BPN dan kelurahan). Proses yang dilakukan dalam permohonan hak milik berupa konstatering report hanya di BPN. Outputnya berupa Surat Keputusan (SK) pemberian hak milik.
Persyaratan yang dibutuhkan untuk permohonan hak menjadi hak milik untuk luas yang lebih besar dari 600 meter persegi sama dengan peningkatan hak untuk luas di bawah 600 meter persegi.
Mengakuisisi Tanah Girik Oleh Developer
Langkah-langkah yang harus dilakukan developer berbadan hukum untuk mengakuisisi tanah girik adalah sebagai berikut:
- Buat akta pelepasan hak antara pemilik girik dengan PT (Perseroan Terbatas) developer, inti dari akta pelepasan hak adalah bahwa pemilik tanah melepaskan tanah hak milik adat yang dikuasainya ke negara, dengan menerima ganti rugi atas pelapasan hak tersebut. Sedangkan ganti rugi tersebut dibayarkan oleh PT developer kepada pemilik tanah.
- PT developer kemudian memohonkan sesuatu hak atas tanah tersebut kepada Kantor BPN setempat, permohonan hak yang diajukan oleh PT developer kepada Kantor BPN akan menghasilkan Sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama developer. Persyaratan yang harus dipenuhi ketika mengajukan permohonan hak ke Kantor BPN setempat adalah:
- Asli seluruh dokumen, termasuk asli girik, asli akta-akta peralihan atau pengoperan
- Identitas Pemohon, KTP dan KK untuk perseorangan, akta pendirian untuk PT.
- Surat keterangan riwayat tanah
- Surat keterangan tidak sengketa
- Surat penguasaan tanah secara sporadik
Untuk mengamankan kedua belah pihak dari situasi yang tidak diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut:
- Buat akta Pengikatan Jual Beli (PJB) antara pemilih lahan dengan PT developer, dimana dalam akta itu dicantumkan bahwa akta jual beli akan dibuat pada saat sertipikat selesai diurus oleh pemilik lahan. Jadi sertipikat akan terbit dulu ke atas nama pemilik lahan dalam bentuk SHM (Sertipikat Hak MIlik).
- Ajukan permohonan perubahan hak ke Kantor Pertanahan setempat, perubahan dari SHM menjadi SHGB (Sertipikat Hak GUna Bangunan) karena menurut UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1960), PT tidak diperkenankan untuk memiliki SHM.
- Buat akta jual beli berdasarkan akta PJB, diiringi pelunasan pembayaran harga lahan.
- Berdasarkan akta jual beli tersebut bisa diajukan balik nama ke BPN.
- Setelah sertipikat HGB sudah atas nama PT, maka dilanjutkan dengan pengurusan legalitas proyek
Keuntungan Membeli Tanah Girik bagi Developer
Memang di sejumlah kasus ada kesulitan dalam proses jual beli tanah girik, tak lebih hal ini disebabkan oleh kepemilikan tanah girik tersebut lebih dari satu orang. Karena pada umumnya sekarang ini pemilik girik sudah meninggal dunia dan bukti girik itu dkeluarkan pada saat UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA (Undang-Undang Pokok Agragria) belum diundangkan, sehingga yang berhak atas tanah girik tersebut adalah para ahli waris.
Masalah keluarga, posisi yang saling berjauhan, ada ahli waris yang masih di bawah umur, kerap menjadi ‘batu penghalang sementara’ dalam proses jual beli tanah girik. Masalah keluarga bisa diselesaikan, domisili yang saling berjauhan bisa diatur jadwal yang kondusif untuk saling bertemu, anak dibawah umur bisa menjual dengan adanya penetapan pengadilan, yang pasti semua itu memerlukan waktu tambahan yang signifikan bagi seorang developer untuk mengatur project time schedule secara developer sangat membutuhkan presisi waktu dalam pelaksanaan proyek.
Perlu diketahui oleh developer dan masyarakat umum, bahwa tanah apapun yang dikuasai oleh masyarakat bisa dimohonkan sertipikatnya, asalkan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tanah yang dikuasai tersebut mempunyai bukti kepemilikan yang sah. Tidak terkecuali tanah girik.
Ada beberapa keuntungan jika seorang developer membeli tanah girik:
- Umumnya penjual bersedia negosiasi harga dan cara bayar, sambil menunggu sertipikat selesai diurus. Bisa juga pengurusan sertipikat ditanggung oleh pembeli, sehingga komponen negosiasi bisa lebih banyak untuk developer. Memang ini tidak berlaku untuk semua daerah, terutama di daerah yang tingkat demand akan hunian yang sangat tinggi. Pada lokasi seperti ini harga tanah sudah terstandarisasi menurut permintaan pasar. Para developer pun berani membayar dengan harga pasar walaupun belum sertipikat.
- Penjualan tanah girik yang berasal dari warisan umumnya memang dijual dalam keadaan BU, butuh uang, (bukan Butuh Untung, hehehe), karena akan dibagikan kepada masing-masing ahli waris. Sudah menjadi sifat property yang tidak liquid sehingga sangat sulit menjual tanah dengan harga wajar secara tergesa-gesa, apalagi jumlahnya besar secara nominal. Artinya untuk luasan tertentu hanya orang yang berprofesi sebagai developer yang mau dan sanggup membeli.
- Persaingan antar developer untuk mengakuisisi lahan tersebut relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan tanah yang sudah sertipikat. Seperti yang ditulis di atas bahwa tidak semua developer mau dan berani mengakuisis lahan girik. Juga hal ini ditunjang oleh kenyataan bahwa banyak developer menginginkan tanah yang diakuisisi bisa langsung diproses perijinan atau dijadikan jaminan untuk memperoleh modal kerja tambahan ke lembaga perbankan, sedangkan tanah girik belum bernilai di mata bank.
Pelayanan Kecamatan
Senin, 28 October 2013, 14:21 WIB
1. KETERANGAN KELAHIRAN
Persyaratan :
1. Surat pengantar dari Rt dan RW;
2. Fotocopy KTP Suami dan Istri;
3. Fotocopy Kartu Keluarga (KK);
4. Fotocopy Surat Nikah atau Isbat Nikah;
5. Fotocopy surat keterangan kelahiran dari Bidan/Rumah Bersalin/Rumah Sakit;
6. Surat keterangan kelahiran dari Kelurahan;
7. Rekomendasi dari Kecamatan yang lebih dari 60 hari;
2. SURAT PERNYATAAN WARIS
Persyaratan :
1. Fotocopy Surat Kematian dilegalisir;
2. Fotocopy KTP dan KK Pewaris dan Ahli Waris dilegalisir;
3. Fotocopy Surat Nikah Pewaris atau Isbat Pewaris dilegalisir;
4. Surat Kuasa Pengurusan Waris ;
5. Fotocopy Akte Kelahiran atau Akte Keterangan Lahir Ahli Waris dilegalisir;
6. Surat Pernyataan Waris disaksikan oleh ketua Rt dan RW serta dicatat diregister Kelurahan;
7. Daftar Hadir Ahli Waris dari Kelurahan;
8. Surat kematian apabila terdapat ahli waris yang meninggal (turun waris)
3. PROSES PEMBUATAN KARTU TANDA PENDUDUK (KTP)
Persyaratan :
1. Pengantar RT dan RW;
2. Mengisi formulir F101;
3. Fotocopy Akte Kelahiran ./ Ijazah;
4. Surat Pindah dari alamat asal bagi pendatang;
5. Pas foto 2×3 = 2 lembar (Lahir tahun genap warna dasar biru, lahir tahun ganjil Warna dasar merah);
6. Fotocopy KK bagi anggota keluarga yang terdaftar pada KK orang tua;
Persyaratan KTP Perpanjangan :
1. Pengantar RT dan RW;
2. KTP asli;
3. Fotocopy Akta Kelahiran / Ijazah;
4. Fotocopy KK;
5. Pas Foto 2×3 = 2 lembar (Lahir tahun genap warna dasar biru, lahir tahun ganjil Warna dasar marah).
4. SURAT PINDAH
Persyaratan :
1. Surat pengantar RT dan RW;
2. Asli KTP dan KK pemohon;
3. Pas Foto 4 x 6 = 2 lembar (bagi yang pindah antar Kabupaten dan Provinsi);
4. SKCK (bagi yang pindah antar Kabupaten dan Provinsi).
5. DISPENSASI NIKAH
Persyaratan :
1. Surat Pengantar RT dan RW;
2. Fotocopy KTP dan KK Pemohon /calon
3. Surat Pernyataan Tidak Terikat Pernikahan Sah bermaterai;
4. Surat pengantar dari Kelurahan;
5. Surat Ijin / Pengantar dari Kesatuan ( TNI/POLRI ).
6. SURAT KETERANGAN DOMISILI / TEMPAT TINGGAL (bagi yang akan berangkat haji)
Persyaratan :
1. Surat Pengantar RT dan RW;
2. Fotocopy KTP dan KK;
3. Keterangan domisili tempat tinggal dari Kelurahan bermaterai;
4. Dikoordinasikan dengan DEPAG
7. SURAT KETERANGAN DOMISILI USAHA
Persyaratan :
1. Surat Pengantar RT dan RW;
2. Surat Rekomendasi dari Kelurahan dan Kecamatan;
3. Fotocopy KTP dan KK Pemohon;
4. Fotocopy Bukti Kepemilikan hak Atas Tanah;
5. PBB Tahun terakhir lunas pajak;
6. Fotocopy Akta Pendirian Usaha;
7. Fotocopy Ijin Mendirikan Bangunan;
8. Surat Ijin Tetangga;
9. Surat Perjanjian Sewa / Kontrak bagi yang bukan milik sendiri.
8. SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU (SKTM)
Persyaratan :
1. Surat Pengantar RT dan RW;
2. Fotocopy KTP dan KK Pemohon;
3. Surat Rekomendasi dari Puskesmas;
4. Surat keterangan Tidak Mampu dari Kelurahan yang diketahui oleh Puskesmas.
9. PENGANTAR SURAT KETERANGAN CATATAN KEBAIKAN (SKCK)
Persyaratan :
1. Surat Pengantar RT dan RW;
2. Fotocopy KTP;
3. Surat Pengantar Kelurahan;
4. Pas Foto Berwarna 4×6 = 3 lembar.