Laman

GUGATAN PERDATA

Error in persona

Suatu gugatan dikatakan tidak memenuhi syarat formal apabila mengandung error in persona. Kualifikasi syarat persona dalam suatu gugatan sangatlah penting mengingat pihak yang harus bertanggung jawab atas keugian hukum yang timbul atas suatu perbuatan melanggar hukum.

Suatu gugatan dianggap error in persona, apabila :

1. Diskualifikasi In Person.

Penggugat bukanlah persona standi in judicio, jika karena belum dewasa, bukan orang yang mempunyai hak dan kepentingan dan atau dibawah karatele. Atau bisa juga karena tidak mendapat kuasa, baik lisan atau surat kuasa khusus dan atau surat kuasa khusus tidak sah.



2. Gemis Aanhodanig Heid.

Orang yang ditarik sebagai tergugat tidak tepat. Misalnya, sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Agung No. 601 K/\sip/1975 tanggal 20 April 1977 yang pada pokoknya menyatakan seorang pengurus yayasan digugat secara pribadi.

3. Plurium Litis Consortium.

Orang yang ditarik sebagai tergugat tidak lengkap. Sebagai contoh dapat dikemukakan salah satu putusan Mahkamah Agung No. 621 K/ Sip/1975 tanggal 25 Mei 1977 Jo. No 621 K/Sip/1975 yang menyatakan : "ternyata sebagian harta terperkara tidak lagi dikuasai tergugat, tetapi telah menjadi milik pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut harus ikut digugat."

Ne bis in idem

Nebis in idem lazim disebut execeptio rei judicatae atau gewijsde zaak. Permasalahan nebis in idem ini diatur dalam pasal 1917 KUHPerdata.

Secara hukum, suatu gugatan dapat dikatakan nebis in idem bilamana :

  • apa yang digugat/ diperkarakan sudah pernah diperkarakan,

  • dan telah ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan bersifat positip seprti menolak gugatan atau mengabulkan. Dengan demikian putusan tersebut sudah litis finiri opportet. Kalau putusannya masih bersifat negatif, tidak mengakibatkan nebis in idem. Hal ini dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1979 dalam putusan kasasi no. 878 k/ Sip/ 1977 yang menyatakan, "antara perkara ini dengan perkara yang diputus oleh Pengadilan Tinggi tidak terjadi nebis in idem, sebab putusan Pengadilan Tinggi menyatakan gugatan tidak dapat diterima oleh karena ada pihak yang tidak diikutsertakan sehingga masih terbuka kemungkinan untuk menggugat lagi".

    Obscuur Libel

    Salah satu yang kerap mengakibatkan suatu gugatan dianggap cacat formil adalah karena dalil-dalil gugatan kabur, artinya gugatan tidak jelas.

    Kekaburan suatu gugatan atau ketidak jelasan suatu gugatan dapat ditentukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

    1. Posita (fundamentum petendi) tidak menjelaskan dasar hukum (rechtgrond) dan kejadian yang mendasari gugatan atau ada dasar hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya. Dalil gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi asal jelas dan tegas (een duidelijke en bepaalde conclusie) sebagaimana diatur pasal 8 Rv.

    2. Tidak jelas objek yang disengketakan, seperti tidak menyebut letak lokasi, tidak jelas batas, ukuran dan luasannya dan atau tidak ditemukan objek sengketa. Hal ini sebagaimana diperkuat putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1971 yang menyatakan "karena suat gugatan tidak menyebut dengan jelas letak tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima".

    3. Penggabungan dua atau beberapa gugatan yang masing-masing berdiri sendiri.

    Terkadang untuk menghemat segala sesuatunya, Penggugat dapat melakukan penggabungan atas beberapa pihak yang dianggap sebagai pihak tergugat (akumulasi subjektif) atau menggabungkan bebepa gugatan terhadap seorang tergugat (akumulasi objektif). Meskipun dibenarkan menurut hukum acara, hendaknya sebagai penggugat harus memahami bahwasanya penggabungan boleh dilakukan apabila ada hubungan yang sangat erat dan mendasar antara satu sama lainnya.

    Bila penggabungan dilakukan secara campur aduk maka tentunya gugatan akan bertentangan dengan tertib beracara. Sebagai contoh, misalnya menggabungan antara gugatan mengenai wanprestasi menjadi gugatan perbuatan melawan hukum.

    4. Terdapat saling pertentangan antara posita dengan petitum.

    5. Petitum tidak terinci, tapi hanya berupa kompositur atau ex aequo et bono.


    Gugatan Prematur

    Suatu gugatan dikatakan prematur karena secara hukum ada faktor yang menangguhkan, misal :

    - Apa yang hendak digugat belum terbuka karena syarat yang ditentukan Undang-Undang belum terjadi. Contohnya gugatan warisan dikatakan prematur jika si pewaris belum meninggal dunia. Selama si pewaris masih hidup makan tuntutan waris demi hukum harus tertunda.

    - Apa yang hendak digugat tertunda oleh faktor syarat yang dijanjikan oleh para pihak. Misal hutang yang belum jatuh tempo tapi sudah ditagihkan. 
     
     

    set aside

    Salah satu faktor formalitas suatu gugatan yang sering dilupakan oleh Penggugat adalah faktor set aside, seperti :
    1. Apa yang digugat sesungguhnya sudah dipenuhi,
    2. Sudah dihapuskan sendiri oleh penggugat,
    3. Sudah melepaskan diri, misal penggugat pada waktu terbukanya harta warisan menolak sebagai ahli waris.
    4. Faktor lewat waktu (daluwarsa)
    ke-4 faktor set aside diatas tidak selalu harus dipenuhi keseluruhannya. Jika salah satu faktor set aside di atas terdapat dalam gugatan maka hal itu sudah cukup menjadi celah gugatan untuk dapat dibatalkan oleh lawan.